Filosofi Tokoh Wayang : Pantaskah Arjuna Jadi Panutan?
Sakti, berwajah tampan tanpa cacat, bertutur lembut, baik hati, pintar, dan juga romantis. Arjuna atau Janaka atau Permadi dan segala dasanamanya yang bagus bagus adalah seorang tokoh ksatria yang sempurna dan ideal. Dalam dunia asmara Arjuna adalah lelananging jagat, don yuan yang flamboyan. Istrinya banyak dan cantik cantik. Sebutlah Sembadra, Srikandi, Larasati, Dresanala, Ratri, Supraba dan yang lainnya.Tak terhitung pula berapa wanita yang jatuh hati dan menawarkan dirinya untuk dinikahi. Namun, pernahkah pembaca berpikir bahwa Arjuna melampaui batas?. Wanita yang telah menikah dengan pria lain pun harus ia rebut hanya atas nama cinta. Sebutlah Banuwati istri Duryudana atau lupakah bagaimana ia menginginkan Anggraeni yang sudah menjadi milik Ekalaya atau Palgunadi? Semua halal bagi Arjuna hanya demi nama cinta. Apakah cinta itu yang sejati atau hanya nafsu birahi semata?. Seluhur apapun ia sebagai ksatria, seberapa besarpun ia memihak melawan angkara murka, tak seharusnya ia melewati batas. Bahkan para dewa menyayanginya sehingga di suatu jejer di Astina, pandhita Durna, gurunya sendiri mengeluhkan bahwa Arjuna tidak pantas dikasihani dewa karena mengganggu istri orang. Sebuah perkataan yang benar yang keluar dari mulut tokoh jahat. Lalu Durna merencanakan siasat licik untuk menikam Arjuna dari belakang. Dan karena Arjuna adalah protagonis utama, tentulah dewa dengan segera menghidupkannya dan memberinya kekuatan untuk memberi pelajaran kepada Durna (lakon Durna Picis).
Tak ada yang salah dengan tokoh Arjuna khususnya versi Jawa yang penulis bahas. Dia tetaplah jagoan, protagonis favorit, dan pahlawan besar di perang Bharatayudha Jayabinangun. Semua akan menjadi benar untuknya karena suratan pujangga. Bukan berpolemik dengan pujangga, namun apakah semua yang ada di dalam diri Arjuna patut menjadi teladan? Atau mungkin inilah area abu abu yang sengaja diciptakan supaya dekat dengan realita bahwa namanya manusia tak ada yang sempurna. Sehingga tak hanya hitam putih saja yang bisa ditelaah oleh penikmat cerita wayang.
Cukup sekian tulisan kali ini, mohon maaf bila ada kekurangan. Sampai jumpa di celotehan celotehan seputar wayang berikutnya.
-Cukuplah mengukur dirimu untuk bisa mengukur baik atau buruknya perlakuanmu pada orang lain – Kang Ali